JAKARTA – Dalam penyelenggaraan balap European Touring Car Championship (ETCC) Indonesia, promotor menerapkan sistem bracket time kepada setiap peserta. Tidak hanya untuk kelas Master atau Pro, tetapi untuk dua kelas di bawahnya, Novice dan Promotion, juga regulasi ini diberlakukan.
Andre Dumais, sebagai founder ETCC Indonesia, memberikan penjelasannya terkait penerapan regulasi tersebut. Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk menjaga kompetisi antar pembalap menjadi semakin kompetitif.
Hal ini juga ditujukan untuk menjaga sportivitas, karena bisa saja seorang pembalap ingin bertahan di kelas tertentu, karena melihat persaingan yang lebih mudah. Sehingga, setiap pembalap yang mengikuti ETCC Indonesia, mereka harus tunduk terhadap regulasi tersebut.
“Kenapa pakai bracket time? Karena pertimbangannya adalah, supaya menjaga mereka yang ada di kelas Promotion enggak mau naik kelas, karena performa mobil makin kencang. Mungkin mobil sama (performanya), tapi kan kemampuan driver pengemudinya, sudah berbeda karena sudah memiliki jam terbang. Kalau tidak dikasih bracket, dia akan bertahan dan artinya, pembalap yang ada di belakang, kecil peluangnya untuk ke depan,” jelas Andre Dumais atau yang akrab disapa Dume.
Dengan adanya sistem tersebut, maka pembalap yang sudah bisa menembus waktu tertentu, maka ia harus naik kelas agar persaingan di kompetisi balap mobil Eropa ini tetap kompetitif.
Para pembalap ini akan dihitung dalam satu musim, apabila mereka mampu menembus batas bracket time dua kali dalam satu musim, maka ia mau tidak mau harus naik kelas.
“Dua kali nyemplung dalam satu musim, maka dia harus naik kelas. Cuma poin di kelas yang sebelum hilang karena naik ke kelas yang lebih tinggi. Jadi dia baru dapat poin, di seri berikutnya dan kelas baru. Artinya kita benar-benar menjaga entry levelnya ada di Kelas Novice, dan mereka juga semangat untuk fight sesama pembalap Novice,” tambah Dume.
Sebelum regulasi tersebut diberlakukan pada ajang kompetisi, Andre Dumais, sosok yang juga besar di ranah motorsport Tanah Air, tidak ingin ada pandangan bahwa regulasi tersebut datangnya dari penyelenggara.
Tujuannya, agar semua pihak bisa menerima regulasi tersebut tanpa ada yang merasa dikorbankan atau diuntungkan.
“Jadi dalam memberlakukan satu aturan, enggak sepihak. Jadi kita lempar dulu ke forum, ke peserta, kita ada regulasi dan ada DKT (Dewan Komisi Teknik) yang merupakan perwakilan dari masing-masing pembalap. Jadi bukan dari penyelenggara, tapi dari pembalap yang datang ke penyelenggara. Kita diskusikan, dan baru kita sepakati, jadi kalau searah kita nanti jadi otoriter, tapi kalau ini kan suara mereka,” pungkasnya. (*)